Jumat, 03 Januari 2014

               Mengelola Perubahan Dalam Organisasi


A. SIFAT DARI PERUBAHAN ORGANISASI
Perubahan organisasi (Organization Change) merupakan modifikasi substantive pada beberapa bagian organisasi. Oleh karena itu, perubahan dapat melibatkan hampir semua aspek dari suatu organisasi seperti jadwal pekerjaan, dasar untuk departementalisasi, rentang manajemen, mesin-mesin, rancangan organisasi, orang-orang di dalam organisasi itu sendiri, dan lain sebagainya. Setiap perubahan yang terjadi dalam organisasi memiliki dampak yang besar bagi organisasi itu sendiri. Dan tentunya perubahan itu diharapkan mampu memberi dampak positif yang membuat organisasi bisa berjalan secara efektif dan efisien. 
1. Dorongan Untuk Berubah
Adanya permasalahan  yang terjadi dalam sebuah organisasi menuntut sebuah perusahaan untuk berubah agar kegagalan yang dihadapi dapat di antisipasi, dorongan untuk berubah di pengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor eksternal organisasi dan faktor internal organisasi.
- Dorongan eksternal
Dorongan eksternal adalah dorongan untuk berubah yang berasal dari lingkungan umum seperti pertukaran mata uang, tingkat bunga international, inflasi, pesaing, pemasok, dan peraturan pemerintah.
- Dorongan internal
Dorongan internal adalah dorongan untuk berubah yang berasal dari dalam organisasi itu sendiri, misalnya dari  tenaga kerja.
2. Perubahan Terencana Versus Perubahan Reaktif
Perubahan terencana (Planned Change) adalah perubahan yang dirancang secara berurutan dan tepat waktu sebagai antisipasi dari peristiwa di masa mendatang.
Perubahan reaktif (Reactive Change) adalah perubahan atau respons bertahap terhadap peristiwa ketika muncul. Perubahan reaktif dilakukan dengan cepat sehingga potensi untuk perubahan yang disusun dan dilaksanakan bisa mengakibatkan kebobrokan organisasi meningkat. Itu sebabnya perubahan terencana lebih dominan dalam proses perubahan daripada perubahan reaktif.
B. MENGELOLA PERUBAHAN DALAM ORGANISASI
Perubahan organisasi merupakan suatu fenomena yang kompleks, sehingga seorang manajer tidak bisa melakukan suatu perubahan terencana secara langsung namun perlu perubahan secara sistematis dan logis agar memiliki suatu kesempatan realistic untuk berhasil. Untuk mengimplementasikan perencanaan untuk perubahan, manajer perlu memahami langkah-langkah yang efektif dan bagaimana mengatasi penolakan karyawan terhadap perubahan-perubahan yang efektif dan bagaimana mengatasi penolakan karyawan terhadap perubahan. 
1. Langkah-langkah dalam Proses Perubahan
Langkah-langkah dalam proses perubahan menurut Kurt Lwein yang kemudian disebut model Lewin adalah :
  1. Unfreezing, yaitu proses penjelasan perubahan kepada individu yang akan terpengaruh oleh perubahan agar dapat memahami mengapa perubahan itu diberlakukan.
  2. The Change it Self, yaitu perubahan itu sendiri, yang dimplementasikan / dihilangkan.
  3. Refresing, yaitu proses penekanan dan mendukung perubahan sehingga ia menjadi bagian dari sistem..
Selain model Lewin, ada juga langkah lain seperti pendekatan komprehensif terhadap perubahan. Pendekatan ini memerlukan pandangan sistwm yang memaparkan serangkaian langkah-langkah spesifik yang sering menyebabkan keberhasilan suatu perubahan
2. Memahami Penolakan akan  Perubahan
Elemen lain dari manajemen perubahan yang efektif adalah memahami penolakan yang seringkali mengikut perubahan. Manajer harus tahu mengapa orang menolak perubahan dan apa yang bisa mereka lakukan terhadap penolakan. Penolakan sering terjadi karena ketidak pastian, kepentingan pribadi yang terencana, perbedaan persepsi dan rasa kehilangan.
- Ketidak pastian
Seorang karyawan mengadakan penolakan terhadap perubahan karena ketidak pastian. Dalam hal ini, akan muncul kekhawatiran mengenai kemampuan mereka untuk memenuhi tuntutan pekerjaan baru serta keamanan pekerjaan yang akan terancam.
- Kepentingan pribadi yang terancam
Banyak perubahan yang mengganggu kepentingan pribadi dalam suatu organisasi, sehingga secara potensial bisa mengurangi kekuasaan atau pengaruh mereka dalam organisasi.
- Perbedaan persepsi
Persepsi yang berbeda mengakibatkan seseorang bisa menolak perubahan bahkan tak jarang perbedaan persepsi ini mengakibatkan kerjasama antara manajer dan karyawan bisa kompleks.
- Rasa kehilangan
Rasa kehilangan terhadap sesuatu yang dimiliki bisa membuat seseorang menolak perubahan yang terjadi.  Sebagai contoh dalam sebuah organisasi akan terjadi perubahan, tapi perubahan itu bisa membuat dia kehilangan kekuasaan, status, dan keamanan kerja sehingga kemungkinan untuk menolak perubahan itu terjadi.
3. Mengatasi Penolakan Terhadap Perubahan
Seorang manajer seharusnya tidak menyerah dalam menghadapi penolakan terhadap perubahan, tetapi melakukan teknik, antara lain :
  • Partisipasi
Partisipasi merupakan teknik yang paling efektif untuk mengatasi penolakan terhadap perubahan. Karyawan yang berpartisipasi dalam perencanaan dan berpartisipasi dalam menerapkan suatu perubahan lebih dapat memahami alasan dari perubahan tersebut. Masalah ketidak pastian dapat dikurangi dari kepentingan pribadi dan hubungan sosial lebih tidak terancam.
  • Pendidikan dan komunikasi
Mendidik karyawan mengenai kebutuhan akan perubahan dan hasil yang diharapkan dari suatu perubahan yang tertunda seharusnya mengurangi penolakan mereka. Komunikasi yang terbuka juga diharapkan mampu mengurangi penolakan selama proses perubahan serta ketidak pastian dapat diminimalkan.
  • Fasilitas
Prosedur fasilitas juga sangat penting saat membuat sebuah perubahan. Ketika mengumumkan sebuah perubahan di muka umum dan memberikan waktu bagi orang untuk melakukan penyesuaian terhadap cara baru dalam melakukan berbagai hal bisa membantu mengurangi penolakan terhadap perubahan.
  • Analisis Bidang Kekuatan
Walaupun analisis bidang kekuatan mungkin terdengar seperti sesuatu yang berasal dari sebuah film star trek, namun analisis ini juga dapat membantu mengatasi penolakan terhadap perubahan. Dalam setiap situasi perubahan, berbagai kekuatan bertindak mendukung dan menolak perubahan. Oleh sebab itu, manajer mulai mengumpulkan setiap rangkaian kekuatan dan berusaha untuk mempengaruhi keseimbangan agar kekuatan yang memfasilitasi perubahan lebih besar dari pada kekuatan yang menolak perubahan.
Menjadi Karyawan yang Baik Untuk Perusahaan

Menjadi pegawai yang baik merupakan kewajiban setiap orang yang dipekerjakan oleh perusahaan maupun perseorangan. Kewajiban pekerja adalah bekerja dengan baik dan selanjutnya kewajiban perusahaan yang memberi pekerjaan adalah memberikan gaji atau upah beserta tunjangan-tunjangannya. Semakin tinggi tanggung jawab yang diberikan perusahaan, maka seharusnya semakin tinggi pula penghasilan yang didapat seorang pegawai. Dengan menjadi karyawan yang baik dengan hasil pekerjaan yang bagus dan berlangsung terus menerus maka perusahaan akan bangga serta mungkin akan diberikan suatu penghargaan baik secara materiil maupun non materiil. Karyawan yang telah dipercaya oleh perusahaan biasanya suatu saat akan diberikan kesempatan untuk menempati suatu posisi atau jabatan yang lebih tinggi. Seorang karyawan harus menghindari melakukan hal-hal yang merugikan perusahaan yang telah memberikan penghidupan.


Berikut ini adalah beberapa cara yang bisa anda lakukan untuk menjadi pegawai / karyawan / pekerja yang baik :
1. Disiplin

2. Menghasilkan Hasil Kerja Yang Baik Kualitas pekerjaan yang dihasilkan haruslah baik sesuai dengan harapan yang diinginkan oleh perusahaan atau orang yang memberikan pekerjaan. Tanpa hasil kerja yang baik, maka percumalah kebaikan kita yang lain di kantor tempat kerja kita.

3. Bisa Bekerja Sama Dengan Karyawan Lain Seorang karyawan yang baik harus bisa bekerja dengan baik dalam tim kerja yang telah ditentukan. Bisa menghormati dan mengikuti arahan dari pimpinan tim kerja.

4. Memberi Kontribusi Yang Positif dan Lebih Jangan terpaku dengan target dan cara kerja yang sudah ada. Gunakan imajinasi dan inovasi kreativitas yang ada dalam diri. Temukan sesuatu yang dahsyat yang bisa menyebabkan pemimpin perusahaan terkesan dengan hasil yang telah kita dapatkan.

5. Menjadi Contoh Bagi Pegawai Lain Jadilah teladan bagi pegawai / karyawan yang lain. Jadilah orang yang baik, berakhlak mulia, pekerja yang handal, berguna bagi sesama, memiliki keluarga yang harmonis, dan lain-lain.

6. Setia Kepada Perusahaan Tunjukkan kesetiaan pada perusahaan tempat bekerja. Jangan mudah berpindah-pindah tempat kerja karena iming-iming penghasilan yang lebih besar.

7. Bersikap Baik Kepada Atasan Bagaimanapun juga atasan merupakan bos yang harus dihormati dan dihargai. Jika ada kekurangan pada diri atasan, isilah agar dapat tertutupi sehingga bisa menjadi suatu kesatuan yang solid yang mengisi antara atasan dan bawahan.

8. Beriman dan Bertakwa Kepada Tuhan YME Serahkan semua urusan kepada Tuhan YME. Tujuan hidup kita hanyalah beribadah kepadaNya. Harta dan jabatan hanyalah jembatan untuk beribadah kepadaNya. Gunakan pedomanNya untuk mencari nafkah di dunia yang hanya sementara.

9. Menjaga Hubungan Baik Dengan Klien Kerja Jaga baik-baik hubungan dengan pihak luar yang menjadi rekan kerja perusahaan. Konsumen adalah raja yang harus kita jaga kepercayaannya kepada kita. Berikan yang terbaik kepada mereka semampu kita.

10. Menciptakan Suasana Kerja Yang Menyenangkan Ciptakan suasana kerja baik kondusif bagi semua orang yang berada di lingkungan kerja mulai dari pegawai, pimpinan, petugas kebersihan (ob), tukang parkir, orang kantin, dan lain-lain.
Budaya Dalam Organisasi


Budaya organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi lainnya. Sistem makna bersama ini adalah sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi.
Budaya Organisasi
Akhir-akhir ini istilah budaya organisasi (organizational culture) banyak
dijumpai di berbagai media, para ahli, praktisi maupun akdemisi telah banyak
melakukan analisis dan kajian berkaitan dengan budaya organisasi. Diskusi maupun
seminar telah banyak diselenggarakan untuk mengungkapkan berbagai substansi
yang berkaitan dengan pengembangan budaya organisasi, fungsi dan pengaruh
serta manfaatnya untuk sebuah organisasi. Kondisi ini menunjukkan bahwa budaya
organisasi memang dirasakan sangat penting dan memiliki manfaat baik langsung
maupun tidak langsung terhadap perkembangan organisasi, tertutama dalam
kancah persaingan yang semakin ketat.
Para ahli berpendapat bahwa definisi budaya organisasi memiliki tiga hal
yang merupakan ciri khas dari budaya organisasi tersebut, antara lain: 1)
dipelajari, 2) dimiliki bersama, dan 3) diwariskan dari generasi ke generasi. Factor
yang paling penting bagi organisasi adalah bagaimana seorang pemimpin, ketua
ataupun manajer sebuah organisasi dapat menciptakan dan memelihara suatu
budaya organisasi yang kuat dan jelas.
Seorang ahli perilaku organisasi Eliott Jacquest menyebutkan bahwa
perilaku organisasi adalah:  “the customary or traditional ways of thinking and
doing things, which are shared to a greater or lesser extent by all members of the
organization and which new numbers must learn and least partially accept in
order to be accept into the sevice of the firm” artinya budaya organisasi adalah
cara berfikir dan melakukan sesuatu yang mentradisi, yang dianut bersama oleh
semua anggota organisasi dan para anggota baru harus mempelajari atau palling
sedikit menerimanya sebagian agar mereka diterima sebagai bagian dari
organisasi.
dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi adalah
merupakan perwakilan dari norma-norma perilaku yang harus diikuti oleh anggota
organisasi, termasuk mereka yang berada dalam hirarkhi organisasi. Bagi
organisasi yang masih didominasi oleh pendiri, maka budaya organisasi akan
menjadi wahana untuk mengkomunikasikan harapan-harapan pendiri kepada
anggota organisasi yang lain, sedangkan bagi organisasi yang dikelola oleh seorang
manajer atau pimpinan yang bersifat otokratis yang menerapkan gaya
kepemimpinan “top down”, maka budaya organisasi juga akan berperan untuk
mengkomunikasikan harapan-harapn mereka.
HUMAN RESOURCE MANAGEMENT (HRM)

Manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses menangani berbagai masalah
pada ruang lingkup karyawan, pegawai, buruh, manajer dan tenaga kerja lainnya untuk dapat
menunjang aktivitas organisasi atau perusahaan demi mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Bagian atau unit yang biasanya mengurusi sdm adalah departemen sumber daya manusia atau
dalam bahasa inggris disebut HRD atau human resource department. Menurut A.F. Stoner
manajemen sumber daya manusia adalah suatu prosedur yang berkelanjutan yang bertujuan
untuk memasok suatu organisasi atau perusahaan dengan orang-orang yang tepat untuk
ditempatkan pada posisi dan jabatan yang tepat pada saat organisasi memerlukannya.

Manajemen sumber daya manusia juga menyangkut desain sistem perencanaan,
penyusunan karyawan, pengembangan karyawan, pengelolaan karier, evaluasi kinerja,
kompensasi karyawan dan hubungan ketenagakerjaan yang baik. Manajemen sumber daya
manusia melibatkan semua keputusan dan praktik manajemen yang memengaruhi secara
langsung sumber daya manusianya.

Berikut ini adalah pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut para ahli:

1. Menurut Melayu SP. Hasibuan.

MSDM adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan
efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.

2. Menurut Henry Simamora

MSDM adalah sebagai pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balasan jasa
dan pengelolaan terhadap individu anggota organisasi atau kelompok bekerja.
MSDM juga menyangkut desain dan implementasi system perencanaan, penyusunan
personalia, pengembangan karyawan, pengeloaan karir, evaluasi kerja, kompensasi karyawan
dan hubungan perburuhan yang mulus.

3. Menurut Achmad S. Rucky

MSDM adalah penerapan secara tepat dan efektif dalam proses akusis, pendayagunaan,
pengemebangan dan pemeliharaan personil yang dimiliki sebuah organisasi secara efektif
untuk mencapai tingkat pendayagunaan sumber daya manusia yang optimal oleh organisasi
tersebut dalam mencapai tujuan-tujuannya.

4. Menurut Mutiara S. Panggabean

MSDM adalah proses yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pimpinan dan
pengendalian kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan analisis pekerjaan, evaluasi pekerjaan,
pengadaan, pengembngan, kompensasi, promosi dan pemutusan hubungan kerja guna
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Dari definisi di atas, menurut Mutiara S. Panggabaean bahwa, kegiatan di bidang sumber
daya manusia dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu dari sisi pekerjaan dan dari sisi
pekerja.

Dari sisi pekerjaan terdiri dari analisis dan evaluasi pekerjaan. Sedangkan dari sisi pekerja
meliputi kegiatan-kegiatan pengadaan tenaga kerja, penilaian prestasi kerja, pelatihan dan
pengembangan, promosi, kompensasi dan pemutusan hubungan kerja.

Dengan definisi di atas yang dikemukakan oleh para ahli tersebut menunjukan demikian
pentingnya manajemen sumber daya manusia di dalam mencapai tujuan perusahaan,
karyawan dan masyarakat.Unsur manajemen (Tool of management), biasa dikenalMarket/
marketing, pasar

B. Model Manajemen Sumber Daya Manusia

Di dalam memahami berbagai permasalahan pada manajelen sumber daya manusia
dan sekaligus dapat menentukan cara pemecahannya perlu diketahui lebih dahulu model-
model yang digunakan oleh perusahaan kecil tidak bias menerapkan model yang biasa
digunakan oleh perusahaan besar. Demikian pula sebaliknya. Dalam perkembangan model-
model ini berkembang sesuai dengan situasi dan kondisi serta tuntutannya.
Untuk menyusun berbagai aktifitas manajemen sumber daya manusia ada 6 (enam) model
manajemen sumber daya manusia yaitu:

1. Model Klerikal

Dalam model ini fungsi departemen sumber daya manusia yang terutama adalah memperoleh
dan memelihara laporan, data, catatan-catatan dan melaksanakan tugas-tugas rutin. Fungsi
departemen sumber daya manusia menangani kertas kerja yang dibutuhkan, memenuhi
berbagai peraturan dan melaksanakan tugas-tugas kepegawaian rutin.

2. Model Hukum

Dalam model ini, operasi sumber daya manusia memperoleh kekutannya dari keahlian

di bidang hukum. Aspek hukum memiliki sejarah panjang yang berawal dari hubungan
perburuhan, di masa negosiasi kontrak, pengawasan dan kepatuhan merupakan fungsi pokok
disebabkan adanya hubungan yang sering bertentangan antara manajer dengan karyawan.

3. Model Finansial

Aspek pinansial manajemen sumber daya manusia belakangna ini semakin berkembang
karena para manajer semakin sadar akan pengaruh yang besar dari sumber daya manusia
ini meliputi biaya kompensasi tidak langsung seperti biaya asuransi kesehatan, pension,
asuransi jiwa, liburan dan sebagainya, kebutuhan akan keahlian dalam mengelola bidang
yang semakin komplek ini merupakan penyebab utama mengapa para manajer sumber daya
manusia semakin meningkat.

4. Model Manjerial

Model manajerial ini memiliki dua versi yaitu versi pertama manajer sumber daya manusia
memahami kerangka acuan kerja manajer lini yang berorientasi pada produktivitas. Versi
kedua manajer ini melaksanakan beberpa fungsi sumber daya manusia.
Departemen sumber daya manusia melatih manajer lini jdalam keahlian yang diperlukan
untuk menangani fungsi-fungsi kunci sumber daya manusia seperti pengangkatan, evaluasi
kinerja dan pengembangan. Karena karyawan pada umumnya lebih senang berinteraksi
dengan manajer mereka sendiri disbanding dengan pegawai staf, maka beberapa departemen
sumber daya manusia dapat menunjukan manajer lini untuk berperan sebagai pelatih dan
fsilitator.

5. Model Humanistik

Ide sentral dalam model ini adalah bahwa, departemen sumber daya manusia dibentuk untuk
mengembangkan dan membantu perkembangan nilai dan potensi sumber daya manusia di
dalam organisasi. Spesialis sumber daya manusia harus memahami individu karyawan dan
membantunya memaksimalkan pengembangan diri dan peningkatan karir.
Model ini menggabarkan tumbuhnya perhatian organisasi terhadap pelatihan dan
pengembangan karyawan mereka.

6. Model Ilmu Perilaku

Model ini menganggap bahwa, ilmu perilaku seperti psikologi dan perilaku organisasi
merupakan dasar aktivitas sumber daya manusia. Prinsipnya adlah bahwa sebuah pendekatan
sains terhadap perilaku manusia dapa diterpkan pada hampir semua permasalahan sumber
daya manusia bidang sumber daya manusias yang didasarkan pada prinsip sains meliputi
teknik umpan balik, evaluasi, desain program dan tujuan pelatihan serta manajemen karir.

C. Fungsi manajemen

1. Perencanaan

Perencanaan adalah usaha sadar dalam pengambilan keputusan yang telah diperhitungkan
secara matang tentang hal-hal yang akan dikerjakan di masa depan dalam dan oleh suatu
organisasi dalam rangka pencapaian tujuan yang telah dilakukan sebelumnya.

2. Rekrutmen

Menurut Schermerhorn, 1997 Rekrutmen (Recruitment) adalah proses penarikan sekelompok
kandidat untuk mengisi posisi yang lowong. Perekrutan yang efektif akan membawa peluang
pekerjaan kepada perhatian dari orang-orang yang berkemampuan dan keterampilannya
memenuhi spesifikasi pekerjaan.

3. Seleksi

Seleksi tenaga kerja adalah suatu proses menemukan tenaga kerja yang tepat dari sekian
banyak kandidat atau calon yang ada. Tahap awal yang perlu dilakukan setelah menerima
berkas lamaran adalah melihat daftar riwayat hidup / cv / curriculum vittae milik pelamar.
Kemudian dari cv pelamar dilakukan penyortiran antara pelamar yang akan dipanggil dengan
yang gagal memenuhi standar suatu pekerjaan. Lalu berikutnya adalah memanggil kandidat
terpilih untuk dilakukan ujian test tertulis, wawancara kerja / interview dan proses seleksi
lainnya.

4. Orientasi, Pelatihan dan Pengembangan

Pelatihan (training) merupakan proses pembelajaran yang melibatkan
perolehan keahlian, konsep, peraturan, atau sikap untuk meningkatkan kinerja tenga
kera.(Simamora:2006:273). Menurut pasal I ayat 9 undang-undang No.13 Tahun 2003.
Pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan,
serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada
tingkat ketrampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan dan
pekerjaan.

Pengembangan (development) diartikan sebagai penyiapan individu untuk memikul
tanggung jawab yang berbeda atau yang Iebih tinggi dalam perusahaan, organisasi, lembaga
atau instansi pendidikan,

Menurut (Hani Handoko:2001:104) pengertian latihan dan pengembangan adalah
berbeda. Latihan (training) dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagal
ketrampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu, terinci dan rutin. Yaitu latihan
rnenyiapkan para karyawan (tenaga kerja) untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan sekarang.
Sedangkan pengembangan (Developrnent) mempunyai ruang lingkup Iebih luas dalam upaya
untuk memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan, kemampuan, sikap dlan sifat-sifat
kepribadian.

5. Evalauasi Kinerja

Evaluasi sama pentingnya dengan fungsi-fungsi manajemen lainnya, yaitu
perencanaan, pengorganisasian atau pelaksanaan, pemantauan (monitoring) dan
pengendalian. Terkadang fungsi monitoring dan fungsi evaluasi, sulit untuk dipisahkan.
Penyusunan sistem dalam organisasi dan pembagian tugas, fungsi serta pembagian peran
pihak-pihak dalam organisasi, adakalanya tidak perlu dipisah-pisah secara nyata. Fungsi
manajemen puncak misalnya, meliputi semua fungsi dari perencanaan sampai pengendalian.
Oleh karena itu, evaluasi sering dilakukan oleh pimpinan organisasi dalam suatu rapat kerja,
rapat pimpinan, atau temu muka, baik secara reguler maupun dalam menghadapi kejadian-
kejadian khusus lainnya.

Sebagai bagian dari fungsi manajemen, fungsi evaluasi tidaklah berdiri sendiri.
Fungsi-fungsi seperti fungsi pemantauan dan pelaporan sangat erat hubungannya dengan
fungsi evaluasi. Di samping untuk melengkapi berbagai fungsi di dalam fungsi-fungsi

manajemen, evaluasi sangat bermanfaat agar organisasi tidak mengulangi kesalahan yang
sama setiap kali.

6. Komensasi

Pmberian balas jasa langsung dan tidak langsung berbentuk uang atau barang kepada
karyawan sebagai imbal jasa( output) yang diberikannya kepada perusahaan. Prinsip
Kompensasi adalah adil dan layak sesuai prestasi dan tanggung jawab.

7. Pengintegrasian

Kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan, sehingga
tercipta kerjasama yang serasi da saling menguntungkan.

8. Pemeliharaan

Kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik, mental dan loyalitas karyawan
agar tercipta kerjasama yang panjang.

9. Pemberhentian

Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang
mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antar pekerja dan pengusaha.
Sedangkan menurut Moekijat mengartikan bahwa Pemberhentian adalah pemutusan
hubungan kerjas seseorang karyawan dengan suatu organisasi perusahaan.

D. 4 (Empat) tujuan manajemen SDM adalah sebagai berikut:

a. Tujuan Sosial

Tujuan sosial manajemen sumber daya manusia adalah agar organisasi atau
perusahaan bertanggungjawab secara sosial dan etis terhadap keutuhan dan tantangan
masyarakat dengan meminimalkan dampak negatifnya.

b. Tujuan Organisasional

Tujuan organisasional adalah sasaran formal yang dibuat untuk membantu organisasi
mencapai tujuannya.

c. Tujuan Fungsional

Tujuan fungsional adalah tujuan untuk mempertahankan kontribusi departemen
sumber daya manusia pada tingkat yang sesuai dengan kebutuhan organisasi.

d. Tujuan Individual

Tujuan individual adalah tujuan pribadi dari tiap anggota organisasi atau perusahaan
yang hendak mencapai melalui aktivitasnya dalam organisasi.
KEKUASAAN DAN POLITIK

A.    Definisi Kekuasaan
Kekuasaan (power) merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk memengaruhi perilaku orang lain, sehingga orang tersebut bertindak sesuai keinginannya. Definisi ini mengimplikasikan sebuah potensi yang tidak perlu diaktualisasikan supaya efektif dan sebuah hubungan ketergantungan.Aspek terpenting dari kekuasaan adalah bahwa hal ini merupakan fungsi ketergantungan (dependency). Semakin bersar ketergantungan B pada A, maka akan semakin besar pula kekuasaan A dalam hubungan tersebut. Seseorang dapat memiliki kekuasaan atas diri anda hanya jika ia mengendalikan sesuatu yang anda inginkan.

B.     Membandingkan Kepemimpinan dan Kekuasaan
Kedua konsep ini saling bertautan. Para pemimpin menggunakan kekuasaannya untuk mewujudkan tujuan kelompok dan mencapai tujuan tersebut dengan menggunakan kekuasaan sebagai sarana untuk memudahkan usaha mereka tersebut. Salah satu perbedaan antara kedua istilah itu terkait dengan kesesuaian tujuan. Kekuasaan tidak mensyaratkan kesesuaian tujuan, tetapi hanya ketergantungan. Sebaliknya, kepemimpinan mensyaratkan keserasian antara tujuan pemimpin dan mereka yang dipimpin.
Perbedaan yang kedua berkaitan dengan arah pengaruh. Kepemimpinan berfokus pada pengaruh kebawah kepada arah pengikut. Kepemimpinan meminimalkan pola-pola pengaruh ke samping dan ke atas. Sedangkan kekuasaan tidak demikian. Perbedaan lain lagi terkait dengan penekanan penelitian.
Penelitian mengenai kepemimpinan, sebagian besar menekankan gaya. Penelitian tersebut mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan seperti: seberapa suportif semestinya seorang pemimpin? Sampai tingkat mana proses pengambilan keputusan harus dilakukan bersama dengan para pengikut? Sebaliknya, penelitian mengenai kekuasaan cenderung mencakup bidang yang lebih luas dan terfokus pada taktik-taktik untuk memperoleh kepatuhan dari anak buah.



C.    Landasan Kekuasaan
1.      Kekuasaan Formal
Kekuasaan formal didasarkan pada posisi seorang individu dalam sebuah organisasi. Kekuasaan formal dapat berasal dari kemampuan untuk memaksa atau memberi imbalan, atau dari wewenang formal.
a.      Kekuasaan Koersif
Landasan kekuasaan koersif adalah rasa takut. Seseorang memberikan reaksinya terhadap kekuasaan ini karena rasa takut terhadap akibat-akibat negative yang mengkin terjadi jika ia tidak patuh. Kekuasaan ini mengandalkan ancaman aplikasi, sanksi fisik yang menimbulkan rasa sakit, menimbulkan frustasi melalui pembatasan gerak, atau pengendalian paksa terhadap kebutuhan dasar fisiologis atau keamanan.
b.      Kekuasaan Imbalan
Kekuasaan imbalan adalah kebalikan dari kekuasaan koersif. Orang memenuhi keinginan atau arahan orang lain karena dengan begitu, ia akan mendapatkan manfaat positif. Karena itu, seseorang yang dapat membagikan imbalan atau penghargaan yang dipandang bernilai bagi orang lain, akan memiliki kekuasaan atas orang itu. Imbalan ini bisa bersifat financial, termasuk pengakuan, promosi, penugasan kerja yang menarik, dll.
c.       Kekuasaan Legitimasi
Merupakan kekuasaan yang diterima oleh seseorang karena posisinya dalam hierarki formal sebuah organisasi. Kekuasaan ini melambangkan kewenangan formal untuk mengendalikan dan memanfaatkan sumber-sumber daya organisasi.

2.      Kekuasaan Pribadi
Anda tidak perlu memiliki posisi formal dalam sebuah organisasi untuk memiliki kekuasaan. Tetapi hanya perlu memiliki kekuasaan pribadi, yaitu kekuasaan yang berasal dari karakteristik individual yang unik.
a.      Kekuasaan karena Keahlian
Adalah pengaruh yang diperoleh dari keahlian, keterampilan khusus, atau pengetahuan. Keahlian tealah menjadi salah satu sumber pengaruh yang paling kuat karena dunia sudah semakin berorientasi pada teknologi.

b.      Kekuasaan Rujukan
Merupakan pengaruh yang didasarkan pada kepemilikan sumber daya atau sifat-sifat pribadi yang menyenangkan dari seseorang. Didasarkan pada identifikasi terhadap seseorang yang memiliki sumber daya atau sifat-sifat personal yang menyenangkan. Jika seseorang menyukai, menghormati, dan mengagumi kita, kita dapat menjalankan kekuasaan atas orang tersebut karena orang itu ingin menyenangkan hati kita.

 

A.    Definisi Kekuasaan
Kekuasaan (power) merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk memengaruhi perilaku orang lain, sehingga orang tersebut bertindak sesuai keinginannya. Definisi ini mengimplikasikan sebuah potensi yang tidak perlu diaktualisasikan supaya efektif dan sebuah hubungan ketergantungan.Aspek terpenting dari kekuasaan adalah bahwa hal ini merupakan fungsi ketergantungan (dependency). Semakin bersar ketergantungan B pada A, maka akan semakin besar pula kekuasaan A dalam hubungan tersebut. Seseorang dapat memiliki kekuasaan atas diri anda hanya jika ia mengendalikan sesuatu yang anda inginkan.

B.     Membandingkan Kepemimpinan dan Kekuasaan
Kedua konsep ini saling bertautan. Para pemimpin menggunakan kekuasaannya untuk mewujudkan tujuan kelompok dan mencapai tujuan tersebut dengan menggunakan kekuasaan sebagai sarana untuk memudahkan usaha mereka tersebut. Salah satu perbedaan antara kedua istilah itu terkait dengan kesesuaian tujuan. Kekuasaan tidak mensyaratkan kesesuaian tujuan, tetapi hanya ketergantungan. Sebaliknya, kepemimpinan mensyaratkan keserasian antara tujuan pemimpin dan mereka yang dipimpin.
Perbedaan yang kedua berkaitan dengan arah pengaruh. Kepemimpinan berfokus pada pengaruh kebawah kepada arah pengikut. Kepemimpinan meminimalkan pola-pola pengaruh ke samping dan ke atas. Sedangkan kekuasaan tidak demikian. Perbedaan lain lagi terkait dengan penekanan penelitian.
Penelitian mengenai kepemimpinan, sebagian besar menekankan gaya. Penelitian tersebut mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan seperti: seberapa suportif semestinya seorang pemimpin? Sampai tingkat mana proses pengambilan keputusan harus dilakukan bersama dengan para pengikut? Sebaliknya, penelitian mengenai kekuasaan cenderung mencakup bidang yang lebih luas dan terfokus pada taktik-taktik untuk memperoleh kepatuhan dari anak buah.



C.    Landasan Kekuasaan
1.      Kekuasaan Formal
Kekuasaan formal didasarkan pada posisi seorang individu dalam sebuah organisasi. Kekuasaan formal dapat berasal dari kemampuan untuk memaksa atau memberi imbalan, atau dari wewenang formal.
a.      Kekuasaan Koersif
Landasan kekuasaan koersif adalah rasa takut. Seseorang memberikan reaksinya terhadap kekuasaan ini karena rasa takut terhadap akibat-akibat negative yang mengkin terjadi jika ia tidak patuh. Kekuasaan ini mengandalkan ancaman aplikasi, sanksi fisik yang menimbulkan rasa sakit, menimbulkan frustasi melalui pembatasan gerak, atau pengendalian paksa terhadap kebutuhan dasar fisiologis atau keamanan.
b.      Kekuasaan Imbalan
Kekuasaan imbalan adalah kebalikan dari kekuasaan koersif. Orang memenuhi keinginan atau arahan orang lain karena dengan begitu, ia akan mendapatkan manfaat positif. Karena itu, seseorang yang dapat membagikan imbalan atau penghargaan yang dipandang bernilai bagi orang lain, akan memiliki kekuasaan atas orang itu. Imbalan ini bisa bersifat financial, termasuk pengakuan, promosi, penugasan kerja yang menarik, dll.
c.       Kekuasaan Legitimasi
Merupakan kekuasaan yang diterima oleh seseorang karena posisinya dalam hierarki formal sebuah organisasi. Kekuasaan ini melambangkan kewenangan formal untuk mengendalikan dan memanfaatkan sumber-sumber daya organisasi.

2.      Kekuasaan Pribadi
Anda tidak perlu memiliki posisi formal dalam sebuah organisasi untuk memiliki kekuasaan. Tetapi hanya perlu memiliki kekuasaan pribadi, yaitu kekuasaan yang berasal dari karakteristik individual yang unik.
a.      Kekuasaan karena Keahlian
Adalah pengaruh yang diperoleh dari keahlian, keterampilan khusus, atau pengetahuan. Keahlian tealah menjadi salah satu sumber pengaruh yang paling kuat karena dunia sudah semakin berorientasi pada teknologi.

b.      Kekuasaan Rujukan
Merupakan pengaruh yang didasarkan pada kepemilikan sumber daya atau sifat-sifat pribadi yang menyenangkan dari seseorang. Didasarkan pada identifikasi terhadap seseorang yang memiliki sumber daya atau sifat-sifat personal yang menyenangkan. Jika seseorang menyukai, menghormati, dan mengagumi kita, kita dapat menjalankan kekuasaan atas orang tersebut karena orang itu ingin menyenangkan hati kita.

 
POLITIK

1.       Definisi
Perilaku politik (political behavior) dalam organisasi didefinisikan sebagai aktivitas yang tidak dipandang sebagai bagian dari peran formal seseorang di dalam organisasi, tetapi yang mempengaruhi, atau berusaha mempengaruhi, distribusi keuntungan dan kerugian di dalam organisasi.
2.      Realitas Politik
Politik adalah sebuah kenyataan hidup dalam organisasi. Organisasi terbentuk dari individu dan kelompok dengan nilai, tujuan, dan kepentingan yang berbeda-beda. Faktor terpenting untuk mendorong tumbuhnya politik di dalam organisasi adalah kesadaran bahwa sebagian besar “fakta” yang digunakan untuk mendasarkan pengalokasian sumber daya yang terbatas itu terbuka untuk ditafsirkan secara beragam.
3.      Faktor-faktor yang Berkontribusi terhadap Perilaku Politik
Disini ada dua faktor yang dibahas berkaitan dengan kontribusi terhadap perilaku politik, yaitu:
a.         Faktor individu
Para peneliti telah mengidentifikasikan sifat-sifat kepribadian tertentu, kebutuhan dan beberapa faktor lain yang dapat dikaitkan dengan perilaku politik seseorang. Berkaitan dengan sifat, biasanya para karyawan itu mampu:
·       Merefleksikan diri secara baik
·       Memiliki pusat kendali internal
·       Memiliki kebutuhan yang tinggi akan kekuasaan serta kemungkinan besar terlibat dalam perilaku politik
Orang yang mampu merefleksikan diri dengan baik lebih sensitif terhadap berbagai tanda sosial, mampu menampilkan tingkat kecerdasan sosial, dan terampil dalam berperilaku politik daripada mereka yang kurang mampu merefleksikan diri


b.         Faktor-faktor organisasi
Kegiatan politik lebih merupakan fungsi karakteristik organisasi ketimbang fungsi variabel perbedaan individu karena tidak sedikit organisasi memiliki banyak karyawan dengan karakteristik individu tetapi kadar perilaku politiknya sangat beragam. Goh dan Doucet (1986) membuktikan bahwa yang lebih mendukung politik adalahsituasi dan kultur tertentu.  Selain itu, kultur yang dicirikan dari tingkat kepercayaan yang rendah, ambiguitas peran, sistem evaluasi kinerja yang tidak jelas, praktik-praktik alokasi imbalan zero sum, pengambilan keputusan secara demokratis, tekanan tinggi terhadap pekerjaan dan manajer-manajer senior yang egois menciptakan lahan yang subur bagi politisasi (Farrell dan Petersen, 1990).
Berikut ini pembahasan menurut Farrell dan Petersen, 1990:
-          Tingkat kepercayaan yang rendah
Semakin kecil kepercayaan yang ada dalam organisasi, semakin tinggi tingkat perilaku politik dan semakin mungkin perilaku politik itu akan tidak sah. Maka, tingkat kepercayaan yang sangat tinggi umumnya menekan tingkat perilaku politik dan secara khusus akan menghambat tindakan politik yang tidak sah.
-          Ambiguitas peran
Artinya perilaku yang ditentukan untuk karyawan tidak  jelas. Karena kegiatan politik didefinisikan sebagai kegiatan yang tidak disyaratkan sebagai bagian dari peran formal seseorang, semakin besar ambiguitas peran semakin banyak seseorang dapat terlibat dalam kegiatan politik dengan peluang kegiatan terlihat kecil.
-          Sistem evaluasi kinerja yang tidak jelas
Semakin banyak organisasi yang menggunakan kriteria subjektif dalam penilaian, menekankan ukuran hasil yang sifatnya tunggal atau memakan waktu yang lama antara suatu tindakan dan pemberian penghargaan, semakin besar pula kemungkinan karyawan lari dan menjalankan politisasi.
-          Praktik-praktik alokasi imbalan zero sum
Semakin menekankan pendekatan zero sum dalam kebijakan alokasi imbalannya maka karyawan akan semakin termotivasi untuk melibatkan diri dalam politisasi.  Pendekatan ini menganggap bahwa imbalan adalah harga mati, jadi keuntungan apa pun yang didapat satu individu atau kelompok harus diperoleh dengan mengorbankan individu atau kelompok lain.
-          Pengambilan keputusan secara demokratis
Demokratis disini yaitu para manajer organisasi dituntut untuk lebih terbuka terhadap masukan dari karyawan dalam proses pengambilan keputusan dan mau mendengarkan saran dari kelompok dalam proses yang sama. Sayangnya gerakan demokrasi ini tidak dianut oleh semua manajer. Mayoritas mereka menggunakan kedudukannya untuk melegitimasikan kekuasaan dan membuat keputusan sepihak.
-          Tekanan yang tinggi atas kinerja
Semakin besar tekanan terhadap karyawan, semakin besar kemungkinan karyawan terlibat dalam proses politisasi.
-          Manajer-manajer senior yang egois
Ketika para karyawan melihat para manajer puncak berlaku politik, khususnya ketika mereka berhasil melakukannya dan memperoleh imbalan atas keberhasilan itu, terciptalah sebuah suasana yang mendukung politisasi.