Jumat, 03 Januari 2014

KEKUASAAN DAN POLITIK

A.    Definisi Kekuasaan
Kekuasaan (power) merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk memengaruhi perilaku orang lain, sehingga orang tersebut bertindak sesuai keinginannya. Definisi ini mengimplikasikan sebuah potensi yang tidak perlu diaktualisasikan supaya efektif dan sebuah hubungan ketergantungan.Aspek terpenting dari kekuasaan adalah bahwa hal ini merupakan fungsi ketergantungan (dependency). Semakin bersar ketergantungan B pada A, maka akan semakin besar pula kekuasaan A dalam hubungan tersebut. Seseorang dapat memiliki kekuasaan atas diri anda hanya jika ia mengendalikan sesuatu yang anda inginkan.

B.     Membandingkan Kepemimpinan dan Kekuasaan
Kedua konsep ini saling bertautan. Para pemimpin menggunakan kekuasaannya untuk mewujudkan tujuan kelompok dan mencapai tujuan tersebut dengan menggunakan kekuasaan sebagai sarana untuk memudahkan usaha mereka tersebut. Salah satu perbedaan antara kedua istilah itu terkait dengan kesesuaian tujuan. Kekuasaan tidak mensyaratkan kesesuaian tujuan, tetapi hanya ketergantungan. Sebaliknya, kepemimpinan mensyaratkan keserasian antara tujuan pemimpin dan mereka yang dipimpin.
Perbedaan yang kedua berkaitan dengan arah pengaruh. Kepemimpinan berfokus pada pengaruh kebawah kepada arah pengikut. Kepemimpinan meminimalkan pola-pola pengaruh ke samping dan ke atas. Sedangkan kekuasaan tidak demikian. Perbedaan lain lagi terkait dengan penekanan penelitian.
Penelitian mengenai kepemimpinan, sebagian besar menekankan gaya. Penelitian tersebut mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan seperti: seberapa suportif semestinya seorang pemimpin? Sampai tingkat mana proses pengambilan keputusan harus dilakukan bersama dengan para pengikut? Sebaliknya, penelitian mengenai kekuasaan cenderung mencakup bidang yang lebih luas dan terfokus pada taktik-taktik untuk memperoleh kepatuhan dari anak buah.



C.    Landasan Kekuasaan
1.      Kekuasaan Formal
Kekuasaan formal didasarkan pada posisi seorang individu dalam sebuah organisasi. Kekuasaan formal dapat berasal dari kemampuan untuk memaksa atau memberi imbalan, atau dari wewenang formal.
a.      Kekuasaan Koersif
Landasan kekuasaan koersif adalah rasa takut. Seseorang memberikan reaksinya terhadap kekuasaan ini karena rasa takut terhadap akibat-akibat negative yang mengkin terjadi jika ia tidak patuh. Kekuasaan ini mengandalkan ancaman aplikasi, sanksi fisik yang menimbulkan rasa sakit, menimbulkan frustasi melalui pembatasan gerak, atau pengendalian paksa terhadap kebutuhan dasar fisiologis atau keamanan.
b.      Kekuasaan Imbalan
Kekuasaan imbalan adalah kebalikan dari kekuasaan koersif. Orang memenuhi keinginan atau arahan orang lain karena dengan begitu, ia akan mendapatkan manfaat positif. Karena itu, seseorang yang dapat membagikan imbalan atau penghargaan yang dipandang bernilai bagi orang lain, akan memiliki kekuasaan atas orang itu. Imbalan ini bisa bersifat financial, termasuk pengakuan, promosi, penugasan kerja yang menarik, dll.
c.       Kekuasaan Legitimasi
Merupakan kekuasaan yang diterima oleh seseorang karena posisinya dalam hierarki formal sebuah organisasi. Kekuasaan ini melambangkan kewenangan formal untuk mengendalikan dan memanfaatkan sumber-sumber daya organisasi.

2.      Kekuasaan Pribadi
Anda tidak perlu memiliki posisi formal dalam sebuah organisasi untuk memiliki kekuasaan. Tetapi hanya perlu memiliki kekuasaan pribadi, yaitu kekuasaan yang berasal dari karakteristik individual yang unik.
a.      Kekuasaan karena Keahlian
Adalah pengaruh yang diperoleh dari keahlian, keterampilan khusus, atau pengetahuan. Keahlian tealah menjadi salah satu sumber pengaruh yang paling kuat karena dunia sudah semakin berorientasi pada teknologi.

b.      Kekuasaan Rujukan
Merupakan pengaruh yang didasarkan pada kepemilikan sumber daya atau sifat-sifat pribadi yang menyenangkan dari seseorang. Didasarkan pada identifikasi terhadap seseorang yang memiliki sumber daya atau sifat-sifat personal yang menyenangkan. Jika seseorang menyukai, menghormati, dan mengagumi kita, kita dapat menjalankan kekuasaan atas orang tersebut karena orang itu ingin menyenangkan hati kita.

 

A.    Definisi Kekuasaan
Kekuasaan (power) merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk memengaruhi perilaku orang lain, sehingga orang tersebut bertindak sesuai keinginannya. Definisi ini mengimplikasikan sebuah potensi yang tidak perlu diaktualisasikan supaya efektif dan sebuah hubungan ketergantungan.Aspek terpenting dari kekuasaan adalah bahwa hal ini merupakan fungsi ketergantungan (dependency). Semakin bersar ketergantungan B pada A, maka akan semakin besar pula kekuasaan A dalam hubungan tersebut. Seseorang dapat memiliki kekuasaan atas diri anda hanya jika ia mengendalikan sesuatu yang anda inginkan.

B.     Membandingkan Kepemimpinan dan Kekuasaan
Kedua konsep ini saling bertautan. Para pemimpin menggunakan kekuasaannya untuk mewujudkan tujuan kelompok dan mencapai tujuan tersebut dengan menggunakan kekuasaan sebagai sarana untuk memudahkan usaha mereka tersebut. Salah satu perbedaan antara kedua istilah itu terkait dengan kesesuaian tujuan. Kekuasaan tidak mensyaratkan kesesuaian tujuan, tetapi hanya ketergantungan. Sebaliknya, kepemimpinan mensyaratkan keserasian antara tujuan pemimpin dan mereka yang dipimpin.
Perbedaan yang kedua berkaitan dengan arah pengaruh. Kepemimpinan berfokus pada pengaruh kebawah kepada arah pengikut. Kepemimpinan meminimalkan pola-pola pengaruh ke samping dan ke atas. Sedangkan kekuasaan tidak demikian. Perbedaan lain lagi terkait dengan penekanan penelitian.
Penelitian mengenai kepemimpinan, sebagian besar menekankan gaya. Penelitian tersebut mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan seperti: seberapa suportif semestinya seorang pemimpin? Sampai tingkat mana proses pengambilan keputusan harus dilakukan bersama dengan para pengikut? Sebaliknya, penelitian mengenai kekuasaan cenderung mencakup bidang yang lebih luas dan terfokus pada taktik-taktik untuk memperoleh kepatuhan dari anak buah.



C.    Landasan Kekuasaan
1.      Kekuasaan Formal
Kekuasaan formal didasarkan pada posisi seorang individu dalam sebuah organisasi. Kekuasaan formal dapat berasal dari kemampuan untuk memaksa atau memberi imbalan, atau dari wewenang formal.
a.      Kekuasaan Koersif
Landasan kekuasaan koersif adalah rasa takut. Seseorang memberikan reaksinya terhadap kekuasaan ini karena rasa takut terhadap akibat-akibat negative yang mengkin terjadi jika ia tidak patuh. Kekuasaan ini mengandalkan ancaman aplikasi, sanksi fisik yang menimbulkan rasa sakit, menimbulkan frustasi melalui pembatasan gerak, atau pengendalian paksa terhadap kebutuhan dasar fisiologis atau keamanan.
b.      Kekuasaan Imbalan
Kekuasaan imbalan adalah kebalikan dari kekuasaan koersif. Orang memenuhi keinginan atau arahan orang lain karena dengan begitu, ia akan mendapatkan manfaat positif. Karena itu, seseorang yang dapat membagikan imbalan atau penghargaan yang dipandang bernilai bagi orang lain, akan memiliki kekuasaan atas orang itu. Imbalan ini bisa bersifat financial, termasuk pengakuan, promosi, penugasan kerja yang menarik, dll.
c.       Kekuasaan Legitimasi
Merupakan kekuasaan yang diterima oleh seseorang karena posisinya dalam hierarki formal sebuah organisasi. Kekuasaan ini melambangkan kewenangan formal untuk mengendalikan dan memanfaatkan sumber-sumber daya organisasi.

2.      Kekuasaan Pribadi
Anda tidak perlu memiliki posisi formal dalam sebuah organisasi untuk memiliki kekuasaan. Tetapi hanya perlu memiliki kekuasaan pribadi, yaitu kekuasaan yang berasal dari karakteristik individual yang unik.
a.      Kekuasaan karena Keahlian
Adalah pengaruh yang diperoleh dari keahlian, keterampilan khusus, atau pengetahuan. Keahlian tealah menjadi salah satu sumber pengaruh yang paling kuat karena dunia sudah semakin berorientasi pada teknologi.

b.      Kekuasaan Rujukan
Merupakan pengaruh yang didasarkan pada kepemilikan sumber daya atau sifat-sifat pribadi yang menyenangkan dari seseorang. Didasarkan pada identifikasi terhadap seseorang yang memiliki sumber daya atau sifat-sifat personal yang menyenangkan. Jika seseorang menyukai, menghormati, dan mengagumi kita, kita dapat menjalankan kekuasaan atas orang tersebut karena orang itu ingin menyenangkan hati kita.

 
POLITIK

1.       Definisi
Perilaku politik (political behavior) dalam organisasi didefinisikan sebagai aktivitas yang tidak dipandang sebagai bagian dari peran formal seseorang di dalam organisasi, tetapi yang mempengaruhi, atau berusaha mempengaruhi, distribusi keuntungan dan kerugian di dalam organisasi.
2.      Realitas Politik
Politik adalah sebuah kenyataan hidup dalam organisasi. Organisasi terbentuk dari individu dan kelompok dengan nilai, tujuan, dan kepentingan yang berbeda-beda. Faktor terpenting untuk mendorong tumbuhnya politik di dalam organisasi adalah kesadaran bahwa sebagian besar “fakta” yang digunakan untuk mendasarkan pengalokasian sumber daya yang terbatas itu terbuka untuk ditafsirkan secara beragam.
3.      Faktor-faktor yang Berkontribusi terhadap Perilaku Politik
Disini ada dua faktor yang dibahas berkaitan dengan kontribusi terhadap perilaku politik, yaitu:
a.         Faktor individu
Para peneliti telah mengidentifikasikan sifat-sifat kepribadian tertentu, kebutuhan dan beberapa faktor lain yang dapat dikaitkan dengan perilaku politik seseorang. Berkaitan dengan sifat, biasanya para karyawan itu mampu:
·       Merefleksikan diri secara baik
·       Memiliki pusat kendali internal
·       Memiliki kebutuhan yang tinggi akan kekuasaan serta kemungkinan besar terlibat dalam perilaku politik
Orang yang mampu merefleksikan diri dengan baik lebih sensitif terhadap berbagai tanda sosial, mampu menampilkan tingkat kecerdasan sosial, dan terampil dalam berperilaku politik daripada mereka yang kurang mampu merefleksikan diri


b.         Faktor-faktor organisasi
Kegiatan politik lebih merupakan fungsi karakteristik organisasi ketimbang fungsi variabel perbedaan individu karena tidak sedikit organisasi memiliki banyak karyawan dengan karakteristik individu tetapi kadar perilaku politiknya sangat beragam. Goh dan Doucet (1986) membuktikan bahwa yang lebih mendukung politik adalahsituasi dan kultur tertentu.  Selain itu, kultur yang dicirikan dari tingkat kepercayaan yang rendah, ambiguitas peran, sistem evaluasi kinerja yang tidak jelas, praktik-praktik alokasi imbalan zero sum, pengambilan keputusan secara demokratis, tekanan tinggi terhadap pekerjaan dan manajer-manajer senior yang egois menciptakan lahan yang subur bagi politisasi (Farrell dan Petersen, 1990).
Berikut ini pembahasan menurut Farrell dan Petersen, 1990:
-          Tingkat kepercayaan yang rendah
Semakin kecil kepercayaan yang ada dalam organisasi, semakin tinggi tingkat perilaku politik dan semakin mungkin perilaku politik itu akan tidak sah. Maka, tingkat kepercayaan yang sangat tinggi umumnya menekan tingkat perilaku politik dan secara khusus akan menghambat tindakan politik yang tidak sah.
-          Ambiguitas peran
Artinya perilaku yang ditentukan untuk karyawan tidak  jelas. Karena kegiatan politik didefinisikan sebagai kegiatan yang tidak disyaratkan sebagai bagian dari peran formal seseorang, semakin besar ambiguitas peran semakin banyak seseorang dapat terlibat dalam kegiatan politik dengan peluang kegiatan terlihat kecil.
-          Sistem evaluasi kinerja yang tidak jelas
Semakin banyak organisasi yang menggunakan kriteria subjektif dalam penilaian, menekankan ukuran hasil yang sifatnya tunggal atau memakan waktu yang lama antara suatu tindakan dan pemberian penghargaan, semakin besar pula kemungkinan karyawan lari dan menjalankan politisasi.
-          Praktik-praktik alokasi imbalan zero sum
Semakin menekankan pendekatan zero sum dalam kebijakan alokasi imbalannya maka karyawan akan semakin termotivasi untuk melibatkan diri dalam politisasi.  Pendekatan ini menganggap bahwa imbalan adalah harga mati, jadi keuntungan apa pun yang didapat satu individu atau kelompok harus diperoleh dengan mengorbankan individu atau kelompok lain.
-          Pengambilan keputusan secara demokratis
Demokratis disini yaitu para manajer organisasi dituntut untuk lebih terbuka terhadap masukan dari karyawan dalam proses pengambilan keputusan dan mau mendengarkan saran dari kelompok dalam proses yang sama. Sayangnya gerakan demokrasi ini tidak dianut oleh semua manajer. Mayoritas mereka menggunakan kedudukannya untuk melegitimasikan kekuasaan dan membuat keputusan sepihak.
-          Tekanan yang tinggi atas kinerja
Semakin besar tekanan terhadap karyawan, semakin besar kemungkinan karyawan terlibat dalam proses politisasi.
-          Manajer-manajer senior yang egois
Ketika para karyawan melihat para manajer puncak berlaku politik, khususnya ketika mereka berhasil melakukannya dan memperoleh imbalan atas keberhasilan itu, terciptalah sebuah suasana yang mendukung politisasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar